jadi jangan ragu tuk ucapkan "PEACE" kepada slanker's sejati
Jumat, 27 Februari 2009
PEACE
jadi jangan ragu tuk ucapkan "PEACE" kepada slanker's sejati
Rabu, 25 Februari 2009
tuyul 9e
Jumat, 13 Februari 2009
slanker's ada dimana-mana
Awalnya adalah terbentuknya Cikini Stones Complex (CSC), cikal bakal Slank pada Desember 1983. Kenapa Cikini Stone Complex? Karena awalnya band ini terdiri dari anak-anak SMA perguruan Cikini. Di band inilah Bimo Setiawan (dram), Boy (gitar), Kiki (gitar), Abi (bas), Uti (vokal) dan Well Welly (vokal) mengekspresikan kesukaan mereka terhadap karya-karya Rolling Stones.
Alhasil, biarpun mereka mencoba warna lain tetap saja akan kembali lagi ke karya-karyanya Rolling Stones. Tapi sayang kemudian band ini dibubarkan. Bimo Setiawan atau lebih dikenal dengan sebutan Bimbim tetap bertekad untuk bermusik. Lalu bersama dua orang saudaranya Denny dan Erwan, ia membentuk Red Evil. Berbeda konsep dengan CSC, Red Evil mulai menyisipkan karya sendiri ketika mereka tampil membawakan karya-karyanya Van Halen.
Lahirnya Slank
Merasa nggak puas dengan satu gitaris, Bimbim pun mengajak serta Bongky yang saat itu tercatat sebagai gitaris Reseh Band. Namun kedatangan Bongky di Red Evil membuat mundur gitaris yang akan didampinginya. Penampilan mereka yang terkesan asal-asalan kadang urakan membuat mereka kerap disebut slenge’an oleh teman-temannya. Mulai saat itulah Red Evil pun berubah nama menjadi Slank dengan formasi awal, Bimbim, Erwan (vokal), Bongky (gitar), Denny (bas) dan Kiki (gitar). Sejak itu pula, rumah Bimbim di Jl. Potlot III/14 Pancoran, Jakarta Selatan dijadikan tempat ngumpul alias markas kelompok Slank.
Melihat Slank yang tidak menunjukkan tanda-tanda kemajuan Erwan pun memutuskan untuk serius kuliah di Bali. Posisi Erwan lantas digantikan Uti dan Lala. Tapi tak lama, Well Welly yang dulu menjadi vokalis CSC masuk menggantikan. Formasi Slank terus berubah hingga menjadi solid ketika Bimbim dan Bongky merekrut Kaka (vokal), Pay (gitar) dan Indra Q. (kibor). Mereka kemudian memutuskan serius di jalur musik mereka dan mencari jalur untuk rekaman. Adalah Indra Q. yang berhasil menemukan Slank dengan Budhi Soesatio.
Setelah mendengar demo yang disodorkan, Budhi yakin musik Slank akan disukai. Apalagi mereka berani menampilkan warna musik yang berbeda. Dari pop, rock, sampai etnik. "Saya pikir grup ini bakal memiliki daya hidup yang lama", tutur Budhi saat itu. Tak disangka album Suit-Suit... Hey Hey... (Gadis Sexy) yang menampilkan hits Memang dan Maafkan ini meledak. Bahkan dalam ajang BASF Award tahun 1991, mereka memperoleh predikat "Pendatang Baru Terbaik".Sejak itu, jadwal manggung Slank sangat padat, tidak hanya sebatas Pulau Jawa dan Bali saja tapi juga dari Kalimantan, Sumatra, dan Sulawesi.
Fans Fanatik
slanker's
Budaya saling menghargai inilah yang seharusnya lebih dikedepankan oleh Para Anggota Dewan di Senayan dalam menyikapi GOSIP JALANAN Karya SLANK, secara substantif atau materi kritik yang disampaikan harus tetap diserap terlepas itu bernada “sumbang” , hargailah bahwa itu bagian dari sebuah realitas dan potret dalam “membaca” kinerja anggota dewan, Janganlah kritikan tersebut dianggap tindakan “mencari popularitas” dari melecehkan sebab jika hal itu yang terlontarkan maka para slanker akan keras menimpali betapa tanpa itupun SLANK sudah cukup membumi di belantara musik negeri ini. Jalan tengahnya adalah dengan menghargai cara bertutur Slank yang memang selalu slenge’an dalam menghargai kinerja dewan yang katanya pembuat UUD (”Ujung - ujungnya Duit”), Begitulah caranya bertutur Slank memang tidak semanis kritik Bang Iwan Fals dalam lagunya “Surat buat wakil rakyat” yang lebih puitif dan inspiratif.
Membuang percuma energi untuk saling menghujat bukanlah tindakan tepat disaat bangsa ini membutuhkan begitu banyak energi untuk mengisi, menghargai dan saling menguatkan satu dengan yang lain. Terkait Merebaknya Film FITNA yang memprovokasi kemarahan ummat Islam tentu kita perlu tegas bersuara bahwa FITNA yang disebarkan dengan cara - cara FITNAH tidak akan menuai apa - apa melainkan fitnah dan fitnah yang silih berganti, Film antagonis garapan politisi belanda Geerts Wilder yang kerap memposisikan diri anti Islam itu memang berhasil sesaat “menggegerkan” namun sejatinya kelak pembuat film itu akan menuai karmanya sendiri lantaran mengabaikan budaya untuk berkarya dengan menjunjung tinggi sikap untuk saling menghargai, FITNA meledak sesaat namun kelak akan dilupakan dan tenggelam oleh sebuah “Seleksi alam”.
Marilah kita Budayakan saling menghargai !!! …Wallahu’alam